“Kamu yang salah!!”teriak seorang wanita dari ruang tamu rumah Gina. Gina pun tersentak. Lalu ia keluar dari kamarnya disusul oleh adiknya.
“Kamu!! Kalian itu keluarga pembunuh tau gak? Aku muak dengan semuanya ini!”teriak seorang pria setengah baya yang juga berada di ruang tamu rumah Gina.
Air mata Gina mulai mengalir tanpa sempat berbicara. Gina takut. Bingung harus berbuat apa. Sekarang, dengan mata kepalanya sendiri, Gina melihat kedua orang tuanya bertengkar. Tidak hanya bertengkar mulut, tetapi mereka juga sudah mulai saling memainkan tangan mereka.
“…..Aku menyesal telah menikah denganmu!!! …..”hanya itu yang terdengar oleh telinga Gina. Sisanya ia tak dapat mendengar. Mungkin pendengarannya sudah mulai berkurang karena shock.
Tak lama kemudian, Gina mulai menyadari bahwa ia sudah berada di sebuah mobil yang sedang menuju rumah sepupunya. Ia mengikuti mamanya keluar rumah.
Keesokan harinya di sekolah, Gina tampak lesu. Begitu sampai sekolah, ia hanya melamun memandang pemandangan pagi dari balkon sekolahnya.
“Oi. Kenapa lo Gin? Kok lesu amat sih?”kata Lina yang barusan saja menghampiri Gina. Lamunan Gina pun terpecah.
“Hah? Enggak. Gak papa kok gue.”kata Gina berbohong. Tapi karena Lina sudah berteman dengan Gina dari SD, Lina pun menyadari bahwa ada suatu keanehan dari diri Gina. Walaupun mereka tidak sepermainan, tetapi mereka cukup dekat untuk mengetahui isi hati satu sama lain.
“Jangan boong deh Gin. Udah, jujur aja.”kata Lina berusaha membujuk Gina untuk berbagi masalah padanya. Lalu air mata pun mengalir kembali dari mata Gina yang masih sembab itu. Tanpa mengeluarkan suara, Gina pun menutup wajahnya dengan tangannya.
“Nyokap bokap gue….”kata Gina sambil terisak.”Nyokap bokap gue berantem Lin. Kemaren gue liat dengan mata kepala gue sendiri. Dan nyokap gue mau minta cerai Lin. Bentar lagi gue bakal jadi anak Broken Home.”kata Gina dengan suara pelan. Sekolah mereka sudah mulai ramai.
“Yang tabah yah Gin.”kata Lina sembari mengusap-usap punggung Gina. Lina tau betul kondisi keluarga Gina yang bisa dibilang kurang harmonis.”Jadi sekarang lo gimana Gin?”
“Gue sekarang lagi tinggal di rumah sodara gue. Nyokap gue kemaren mukanya ampe biru-biru. Dipukulin bokap gue. Dia juga kemaren gak ada abis-abisnya nangis. Dia mau minta cerai ke bokap gue.”tambah Gina dengan air mata yang mulai mengalir deras. Untungnya teman-teman Gina tidak ada yang menyadari kalau ternyata Gina sedang menangis.
“Yaudah yah Gin. Yang sabar. Sori yah Gin. Gue gak bisa bantu banyak. Gue Cuma bisa bantu lo dalam doa.”kata Lina menghibur.
“Iya, gak pa pa kok Lin. Santai aja.”
“Gak pa pa sih gak pa pa. tapi apus dong air mata lo itu. Malu tuh entar kalo yang laen pada tau.”kata Lina dengan maksud menghibur. Lalu Gina pun menuruti kata-kata Lina dan menghapus air matanya.
“Thanks yah Lin.”kata Gina sembari tersenyum pada Lina.
“That’s what friends are for!!”
Seminggu kemudian, sekolah sudah libur semester. Sebentar lagi Natal pun tiba. Gina pindah lagi ke rumah saudaranya yang lain.
“Gin, kamu yang sabar yah. Yang tabah. Kamu tuh pegangannya mama kamu. Kamu musti tegar…”kata Riri, saudara Gina yang lebih tua 8 tahun dari Gina, menasihatkan.
“Iya, kak. Aku coba sebisa aku deh kak.”
“Yaudah, kakak masak dulu deh. Kamu istirahat aja dulu di sini.”kata Kak Riri, yang kemudian pergi ke dapur. Setelah itu, Gina kembali melamun. Semenjak kejadian itu, entah kenapa Gina jadi sering terhanyut dalam lamunannya sendiri. Tidak banyak bicara. Padahal, sebelumnya Gina adalah anak yang periang.
Kriiinnnnggg!!!!
Hp Gina berbunyi. Ternyata Lina yang menelpon. Lalu tak lama kemudian Gina mengangkat telepon dari Lina.
“Halo??”kata Lina dari seberang sana
“Iya Lin. Ni Gina.”kata Gina singkat.
“Gin!! Ke ancol yuk. Gue traktir deh. gimana? Lo gak boleh nolak yah. Gue jemput lo 2 jam lagi. Bye” kata Lina tanpa kompromi. Sebenarnya Gina sedikit malas, tetapi akhirnya ia menurut juga kepada Lina. Ia mulai mandi dan bersiap-siap.
Tak lama kemudian, Lina pun datang ke rumah saudara Gina.”Ginaaa…”teriak ia dari luar. Ternyata yang membukakan pintu adalah Kak Riri.
“Siapa yah?”Tanya Kak Riri.
“Saya temennya Gina, kak. Gina-nya ada?” Tanya Lina dengan sopan.
“Ada-ada. Tunggu sebentar yah. Gin!!! Ada temen kamu nihh.”panggil kak Riri. Tak lama kemudian, Gina pun keluar dan menghampiri Lina dan Riri.
“Yuk langsung aja kita berangkat.”ajak Lina.
“Ayuk. Dadah kakk!!!”teriak Gina.
“Pergi dulu kak.”
Sesampainya di Ancol, ternyata benar. Lina menraktrir Gina. Mereka main di pantai, lalu pergi mencari makan. Melihat Gina sudah mulai bersemangat, mulailah Lina berbicara mengenai musibah yang sedang dialami sobatnya ini.
“Gin, bokap nyokap lo gimana sekarang?”Tanya Lina hati-hati. Ia tidak ingin menyinggung kembali perasaan sobatnya itu.
“Yah gitu deh Lin. Masih kayak kemaren-kemaren. Gak ada perkembangan.”kata Gina dengan raut wajah yang sudah tak seceria tadi.
“Trus, nyokap lo tadi di mana? Kok gue gak liat?”Tanya Lina sedikit penasaran.
“Kerja lah. Sekarang kan masih jam kerja. Belom juga libur. Ada-ada aja lo. Haha..”
“Pantes. Gin, lo yang tabah yah. Lo musti yakin, Tuhan pasti punya rencana lain buat lo yang jauh lebih indah.”kata Lina”Jadi lo gak boleh putus asa. Lo tetep musti semangat. Justru di saat keluarga lo lagi dilanda kesedihan, lo gak boleh sedih. Lo musti tetep ceria, untuk membuat anggota keluarga lo yang laen juga ceria. Andaikata nyokap bokap lo musti cerai, lo harus ingat 1 hal. Tuhan Yesus saying lo. Dan dia gak mungkin ngijinin lo ngalamin sesuatu yang gak bisa lo jalanin. Dia pasti selalu punya rencana yang terbaik untuk anak-anakNya.”
Gian terdiam sejenak setelah mendengar ‘kotbah singkat’ Lina. Tetapi tak lama kemudian ia tersenyum.”Thanks banget yah Lin. Lo bener-bener ngibur gue.”
“Yaudah, sekarang mendingan lo makan deh tu makanan. Jangan Cuma diplototon aja. Gue uda beliin juga. Hehe..”
“Iya, iya.. tenang aja bos!!” lalu perbincangan mereka selanjutnya dipenuhi oleh tawa.
Hari demi hari berlalu. Natal pun sudah lewat. Natal tahun ini adalah Natal tersedih dan tersuram yang Gina pernah alami. Ibadah Natal yang tiap tahun biasanya mereka pergi bersama, tahun ini tidak. Gina pergi bersama saudara-saudaranya.
Dan sebentar lagi sekolah di mulai. Gina pun sudah mulai ceria kembali. Saudara-saudaranya pun sudah mulai tenang. Tadinya, mereka mengira bahwa kejadian ini mungkin akan berpengaruh pada kondisi psikis Gina. Tetapi, untungnya perkiraan mereka itu salah.
Krriiinnnngggg!!!!
Telepon berbunyi. Lalu dengan sigap Gina pun mengangkat telepon itu.
“Halo?”kata orang di seberang sana.
“Halo? Mama yah? Mama kok enggak pulang-pulang?”Tanya Gina kepada mamanya yang sedang bekerja dari kemarin. Kemarin adalah tugas mamanya menjadi dokter jaga di sebuah klinik.
“Bentar lagi. Tante ada nak?”Tanya mamanya.
“Iya, iya. Bentar. Taaaaann!!! Ada telepon dari mama!!”teriak Gina. Lalu Gina memberikan teleponnya kepada tantenya dan kembali bermain.
Tak lama kemudian, tantenya menghampiri Gina. “Gin, ayo beresin pakaian kamu. Kamu disuruh pulang sama mama kamu.”kata tantenya kepada Gina dengan wajah berseri-seri.
“Tante serius? Mama gimana?”Tanya Gina bingung.
“Mama juga ikut pulang. Dia nyusul nanti.”kata tante Gina.
“Jadi, maksud tante, mama sama papa uda baikan gitu??”Tanya Gina memastikan yang disambut oleh anggukan dan senyuman tantenya.
HOREEE!!!! Teriak Gina dalam hati.
Setelah Gina pulang ke rumahnya, ia disambut oleh kedua orangtuanya. Ternyata setelah mamanya bekerja, ia dijemput oleh papa Gina. Dan akhirnya mereka berdua baikan. Gina senang sekali setelah mengetahui hal itu. Perasaannya rasanya tak dapat dibendung lagi. Ia juga sudah menelpon Lina untuk mengutarakan kesenangan hatinya saat itu. Tidak lupa juga ia berterima kasih kepada Lina yang selalu ada di sampingnya untuk mendukung dan menghiburnya. Gina senang sekali mempunyai teman seperti Lina.
Pada malam hari, sebelum Gina tidur, ia pun memutuskan untuk menulis Diary-nya. Diary Gina jarang sekali ditulisi oleh Gina. Ia hanya menulis hal-hal yang benar-benar penting dalam hidupnya. Dan Gina pun mulai menulis…
Tuhan,
Trima kasih atas semua yang Kau berikan padaku. Teman yang baik, keluarga yang baik, ketabahan, keceriaan, iman, dan setiap hal-hal kecil maupun besar yang telah Kau berikan padaku. Aku sangat senang Tuhan, karena mempunyai Allah yang seperti Engkau. Yang senantiasa selalu melindungi dan menyertai anakMu.
Terima kasih Tuhan.
Gian
Lalu Gian membaca Diary itu sekali lagi. Dan menutupnya. Lalu pada saat ia mau kembali tidur, ia memutuskan untuk mengambil diary-nya sekali lagi, dan menulis puisi untuk sahabatnya, Lina.
Friendship
Friendship is not just a friend..
Friendship is not just a relationship..
but FRIENDSHIP is a treassure in our life..
When tissues can't stop our tears,,
when 'friends' can't make us smile,,
but FRIENDSHIP can make us even laugh..
When our boyfriend can't know what we want,,
and our parents can't understand what we want,
but just FRIENDSHIP that can give what we want..
Thats the power of friendship..
Friendship never ends... ^^
THE END
[9.09.08]
4.10.08
best friends never ends
Langganan:
Posting Komentar (Atom)



0 comments:
Posting Komentar